01—Departure

Sepatu sudah dipakai. Kerinduan sudah diinjak-injak agar mati sejenak. Air mata sudah terlampau banyak, hingga menggenang di antara sepatuku dan sepatumu. Rinai hujan tertenun di sekitar kita. Sedikit rintik berkhianat, bukan jatuh ke bumi, malah menyamar menjadi gerilyawan di pipimu.

Kita terkurung dalam tenunan rinai ini.

Tubuh kita?

Bukan, jiwa kita.

Lucu ketika kita saling menyangkal padahal aslinya sama-sama benar.

Kita tetap berdiskusi dan menjadi sama seperti biasanya. Seperti biasa, kita tidak kenal waktu. Seperti seharusnya, kita harus mengenal jarak. Kamu bercerita tentang pengalaman serupa. Antara kamu dan ibumu. Beberapa kalimat berita. Kalimat tanya. Kalimat perintah. Kalimat pengandaian. Lalu kalimat kesukaan yang keluar dari ibumu :

"Apapun boleh berangkat pergi, asal jangan senyummu."

Diskusi berhasil, kita mensyukuri proses panjang 12 tahun wajib belajar dan 4 tahun sekolah tinggi. Kita negosiator yang cerdas, penyimpul yang bijak, perindu yang baik.




Komentar

  1. "Apapun boleh berangkat pergi, asal jangan senyummu"

    Tak pikir "asal jangan atm-mu"

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer